Jurnalis Asyik

 

Ilustrasi Jurnalis. (Foto:Pexels)

Di tengah berlimpah informasi dengan efek samping sampah-sampah informasi, mengetahui ilmu jurnalistik juga memungkinkan untuk menyelesaikan informasi yang layak diterima, agar dapat menghasilkan informasi yang dapat diterima oleh orang lain.

Secara etimologi (kebahasaan), jurnalistik berasal dari kata jurnal dan istik. Jurnal berati catatan harian dan tambahan istik berarti seni atau teknik. Sehingga jurnalistik secara sederhana bisa diartikan sebagai seni atau teknik membuat catatan harian.

Perkembangan jurnalistik di Indonesia telah dimulai sejak masa penjajahan Belanda. Berita-berita awal mulai masuk pada abad ke-17. Informasi atau berita dari Eropa ke Batavia (Jakarta) direproduksi di kantor Gubernur Jenderal VOC, Jan Pieterszoon Coen dengan cara ditulis tangan, kemudian dikirimkan ke Ambon dengan nama Memorie der Nouvelles (1615).

 

Jurnalis Yang Baik

            Jurnalis menjadi orang yang pertama banyak tahu tentang hal. Orang yang tahu banyak baik saat berbicara tentang ekonomi, politik, hukum, atau soal apapun juga. Untuk menjadi seperti ini harus banyak membaca dan berdiskusi dengan orang dari beberapa latar belakang.

Seorang jurnalis memiliki pengetahuan luas tentang berbagai topik, karena setiap hari mewawancarai narasumber, membaca topik, dan menulis tentang isu yang berbeda. Sedikit pengetahuan tentang berbagai topik setidaknya dibutuhkan oleh jurnalis agar bisa ‘menyambung’, baik saat mencari data (wawancara) maupun ketika menulis berita.

Setiap profesi memiliki kode etik masing-masing begitu juga sebagai jurnalis memiliki kode etik jurnalis.  Hal ini bukan hanya aturan, tetapi pola pikir dan pola tindak wartawan dalam tataran ideal. Selain kode etik tersebut, setiap media besar mempunyai panduan etik wartawannya sendiri. Hal ini penting untuk menjaga agar kinerja media senantiasa sejalan dengan prinsip utamanya, yakni menyampaikan kebenaran.

 

Proses Pemberitaan

            Proses Jurnalistik tidak berjalan dalam satu ruang kosong, ada beberapa faktor yang memengaruhi proses tersebut, salah satunya adalah ideologi sang jurnalis.  Proses jurnalistik diawali oleh peristiwa, baik yang berupa aktivitas maupun pikiran. Berikut proses dari pembuatan berita hingga sampai ke pembaca, yaitu:

1.      Reporter (jurnalis lapangan) menggunakan metode jurnalistik untuk mengumpulkan informasi mengenai peristiwa tersebut dan menyusun menjadi sebuah draf berita.

2.      Editor kemudian mengolah atau mengedit draf berita tersebut dan memilah atau menyesuaikan isi berita dengan ideologi media, gaya bahasa media, serta faktor kepentingan lainnya.

3.      Penyiar kemudian berita yang sudah jadi didistribusikan. Berdasarkan bentuk medianya, ada beberapa jenis penyiar, yaitu penyiar secara visual (cetak), audio (penyiar radio), dan audio-visual (penyiar telivisi).

4.      Pembaca kemudian menerima berita tersebut. Pembaca yang baik akan menggunakan sejumlah analisis semiotika untuk menilai kualitas berita yang diterima. Jika beritanya tidak berkualitas, maka tidak akan dikonsumsi atau dibagi kepada pembaca. Jika berita palsu, ia bisa melaporkan lembaga pers atau media dan jurnalis yang memproduksi atau mengirimkan berita tersebut.

 

Penulis: Yulia Rosa Purba  

             

Komentar