Dilarang Menikah Marpadan

 



Pernikahan adat Batak Toba adalah salah satu upacara ritual  Batak Toba.( Foto:pinterest.com)

Jarum jam  masih menunjukkan pukul 03.00 WIB. Suasana rumah sudah begitu ramai, dihadiri perias pengantin dengan kecepatan tangan yang sudah telaten, pengantin dirias begitu cantik. Ia harus buru-buru mengejar target yang dijadwalkan keluarga untuk dirias. 

Selain rangkaian acara khas yang dimiliki oleh suku ini, penampilan pengantin termasuk hal yang harus diperhatikan. Pengantin wanita tentu menginginkan penampilan yang spesial di hari bahagianya tersebut. Dengan berbagai konsep yang dipilih, makeup yang tepat akan membuat wanita terlihat mempesona.

Acara yang dilakukan pukul 08.00 akan segera dimulai dengan sangat telaten dan cepat satu persatu sudah selesai dirias.

Pernikahan Batak dilakukan dengan upacara ritual adat Batak Toba. Dalam adat Batak Toba, penyatuan dua orang dari anggota masyarakat melalui perkawinan tak bisa dilepas dari kepentingan kelompok masyarakat bersangkutan. 

Acarapun dilakukan dengan sangat mewah dihiasi dengan ulos khas Batak Toba. Tamu undangan  terpesona dengan keindahan dekor dengan mengangkat nuansa Batak. 

Wanita yang duduk terpekur itu berusia tiga puluhan, dengan kacamata melekat di wajahnya, memerhatikan rangkaian acara adat Batak dengan meriah. Dini namanya, dia melihat dengan aturan yang begitu banyak dan dilakukan  hampir satu hari.

“Di Batak ada gak sih yang gak bisa menikah?” tutur Dini.

“Semua daerah tentu memiliki aturan yang beragam, begitu juga dengan Batak. Dibatak Namarpadan dalam hubungan Marga itu tidak bisa menikah.,” tutur Jojo.

Dalam pernikahan yang sakral  banyak sekali aturan adat. Namarpadan dalam hubungan Marga tidak bisa menikah. Mulanya padan terjadi antara keluarga dengan keluarga lainnya atau antara kelompok keluarga dengan kelompok keluarga lainnya yang marganya berbeda.

 Ada ikrar yang akan memegang teguh janji tersebut sampai meninggal serta memesankan kepada keturunan masing-masing untuk tetap di ingat, dipatuhi dan dilaksanakan dengan setia.

 Namun, sudah banyak orang-orang Batak yang sudah melanggar peraturan itu. Tidak tau aturan adat isti adat pada suku sendiri.  

“Seperti beberapa padan malah berlaku ketentuan hukum (penulis belum meneliti semuanya) “padan ni hahana, padan ni angina; jala padan ni angina, padan ni hahana” (ikrar kakanda juga ikrar adinda dan ikrar adinda juga ikrar kakanda), yang artinya “sisada hata“. Misalnya Sihotang dengan Naipospos (Marbun), Siregar dengan Nainggolan (Parhusip),” tutur jojo.

 Beberapa Marga Namarpadan adalah sebagai berikut :

  • Panjaitan & Sinambela
  • Panjaitan & Simanullang
  • Panjaitan & Sibuea
  • Hutabarat & Silaban Sitio
  • Sitorus & Hutajulu (termasuk Hutahaean, Aruan)
  • Sitorus Pane & Nababan
  • Naibaho & Lumbantoruan
  • Silalahi & Tampubolon
  • Sihotang & Naipospos( Marbun; termasuk Lumbanbatu, Lumbangaol, Banjarnahor)
  • Manalu & Banjarnahor
  • Simanungkalit & Banjarnahor
  • Simamora Debataraja & Manurung
  • Simamora Debataraja & Lumbangaol
  • Nainggolan (Parhusip) & Siregar
  • Tampubolon & Sitompul
  • Pangaribuan & Hutapea
  • Purba & Lumbanbatu
  • Pasaribu & Damanik
  • Sinaga Bonor Suhutnihuta & Situmorang Suhutnihuta
  • Sinaga Bonor Suhutnihuta & Pandeangan Suhutnihuta

Apalagi anak zaman sekarang yang bicara asal-asalan tanpa pikir dulu. Alasannya lagi adalah, Karena padan batak ini, kekuatannya tidak terkalahkan Hukum sekalipun. Jikalau mereka melanggarnya, maka akan kena akan Umpama ini juga:"Dengke ni Sabulan tu tonggina tu tabona Manang ise si ose padan tu ripurna tumagona", artinya bahkan dengan segala keyakinan pun jangan sampai terucap padan. [YRP]

Tulisan ini telah di muat di klikwarta.com

Komentar

Posting Komentar